Jumat, 20 Mei 2016

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN ATAS KERUGIAN YANG TIMBUL AKIBAT PERBUATAN HUKUM PENGELOLA BERDASARKAN TEORI TANGGUNG JAWAB PENGGANTI (Vicarious Liability)





A.     Pendahuluan
Koperasi merupakan sokoguru perekonomian nasional. Koperasi diharapkan menjadi motor dalam membangun perekonomian rakyat. Semangat kekeluargaan merupakan pelumasnya. Demikian sejatinya gambaran tentang koperasi.
Dalam proses memberdayakan koperasi, pengurus merupakan Perangkat Organisasi yang memiliki peran penting dalam menjalankan pengelolaan. Pengelolaan dilakukan oleh Pengurus dan dapat pula dilakukan oleh Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.
Hal yang menarik untuk ditelaah adalah mengenai tanggung jawab pengganti (vicarious liability) terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengelola yang notabene diangkat oleh Pengurus.
Isu Hukum:
Bagaimana pertanggungjawaban atas kerugian yang timbul akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengelola kepada pihak ketiga?


B.     Landasan Teori
Berikut ini Kajian Teori dan Doktrin yang terkait:
1.   Teori Tanggung Jawab Pengganti (Vicarious Liability)
Teori tanggung jawab pengganti merupakan tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain. Misalnya si A yang melakukan perbuatan melawan hukum, tetapi si B yang harus digugat untuk bertanggung jawab atas perbuatan tersebut.[1]
Teori tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain ini, dapat dibagi atas (3) kategori sebagai berikut[2]:
a.       Teori tanggung jawab atasan terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh karyawan (respondeat superior, a superior risk bearing theory)
b.      Teori tanggung jawab pengganti yang bukan atasan atas orang-orang dalam tanggungannya
c.       Teori tanggung jawab pengganti dari barang-barang yang berada di bawah tanggungannya.
Dasar dari teori tanggung jawab pengganti (vicarious liability) adalah Pasal 1367 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi:
“Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatan orang-orang yang disebabkan oleh perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang di bawah penguasaannya.”


2.   Doktrin Fiduciary Duty
Dalam melaksanakan fungsi pengelolaan, pengurus mempunyai kewajiban fidusia (fiduciary duty)[3] yaitu kewajiban yang dijalankan atas dasar kepercayaan.
3.   Doktrin Ultra Vires
Doktrin ultra vires[4] memiliki mempunyai basis teori keagenan. Konstruksi hubungan hukum terjadi antara pihak principal pada satu sisi dan agent pada sisi yang lain[5]. Dalam hal ini pengurus merupakan agent dan Rapat Anggota merupakan principal. Sebagai agent, pengurus mempunyai kewenangan. Dalam melakukan perbuatan hukum, pengurus harus berada dalam batas kewenangannya. Apabila pengurus melakukan hal-hal di luar batas kewenangannya, artinya pengurus tersebut bertindak di luar kewenangannya (ultra vires).








C.      Analisis
1.       Pengurus dan Pengelola dalam UU No. 25 Tahun 1992
Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota[6]. Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota.[7]
Pengelola adalah orang yang diangkat oleh Pengurus yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha. Definisi tersebut diambila dari pernyataan bahwa ”Pengurus Koperasi dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha.”[8] Pengelola bertanggung jawab kepada Pengurus[9].
2.     Tugas dan Wewenang Pengurus
Pengurus bertugas[10]:
a.       Mengelola Koperasi dan usahanya;
b.      Mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
c.       Menyelenggarakan Rapat Anggota;
d.      Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
e.       Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
f.        Memelihara daftar buku anggota dan pengurus
g.       Memelihara daftar buku anggota dan pengurus
Pengurus berwenang[11]:
a.       Mewakili Koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
b.      Memutuskan penerimaan dan penolakan anggara baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
c.       Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota

3.     Pengelolaan dalam PP No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi Didasarkan Pada Kontrak Kerja
Dalam PP No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi diatur bahwa: Pengelolaan dilakukan oleh Pengurus[12]. Pengelolaan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan oleh Pengelola yang diangkat oleh Pengurus[13]. Pengelola sebagaimana dimaksud bertanggung jawab kepada Pengurus[14]. Pengelola dapat berupa perorangan atau badan usaha, termasuk yang berbentuk badan hukum[15]. Dalam melaksanakanpengelolaan, Pengelola wajib mengadakan Kontrak Kerja dengan Pengurus.[16]

4.     Analisis Teori Tanggung Jawab Pengganti (Vicarious Liability) dalam Pengelolaan oleh Koperasi
Dalam melaksanakan pengurusan koperasi, pengurus diberi kewajiban atas dasar kepercayaan (fiduciary duty) oleh Rapat Anggota. Hal itu dinyatakan dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2) UU No. 25 Tahun 1992 yaitu “Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota” dan “Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota.” Dari pengaturan tersebut kita mengetahui pengurus diberikan kuasa oleh Rapat Anggota untuk menjalankan fungsi pengurusan dalam Koperasi. Kuasa tersebut diberikan atas dasar kepercayaan dari para anggota koperasi kepada beberapa di antara mereka yang dipercaya untuk melakukan fungsi pengurusan.
Fungsi pengurusan tersebut telah lebih spesifik disebut sebagai pengelolaan dalam PP No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Dalam Pasal 8 ayat (1) PP No. 9 Tahun 1995 tersebut, dinyatakan bahwa Pengurus melakukan pengelolaan. Selanjutnya dalam Pasal 8 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1995 tersebut dinyatakan bahwa pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.












Kewajiban atas dasar kepercayaan (fiduciary duty)
 


 







Pengangkatan Pengelola oleh Pengurus dilakukan atas dasar kepercayaan. Kepercayaan. Itulah yang menjadi dasar utama. Seperti halnya, pada saat Rapat Anggota mengangkat Pengurus, demikian pula pada saat Pengurus mengangkat Pengelola, kepercayaan menjadi dasar utama.
5.     Analisis Pertanggungjawaban Atas Kerugian Yang Timbul Akibat Perbuatan Hukum Pengelola Berdasarkan Teori Tanggung Jawab Pengganti (Vicarious Liability)
Dalam melaksanakan pengelolaan, Pengelola wajib mengadakan Kontrak Kerja dengan Pengurus. Hal ini tercantum dalm Pasal 8 ayat (5) PP No. 9 Tahun 1995. Kontrak Kerja yang dimaksud seyogyanya memuat tentang batas-batas kewenangan yang dilakukan oleh Pengelola. Dalam melaksanakan kewenangannya, ada 2 (dua) macam perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengelola. Perbuatan hukum yang dimaksud, adalah perbuatan hukum dalam batas kewenangan (intravires), dan perbuatan hukum di luar batas kewenangan (intravires).
Apabila Pengelola melakukan perbuatan hukum melebihi batas kewenangan yang diatur dalam Kontrak Kerja, maka perbuatan hukum tersebut tergolong sebagai perbuatan yang melebihi batas kewenangan (ultra vires). Apabila perbuatan yang melebihi batas kewenangan (intravires) tersebut menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga, maka Pengelola harus bertanggung jawab secara pribadi.
Namun apabila kerugian tersebut timbul akibat perbuatan hukum yang dilakukan dalam batas kewenangan (intravires), maka tanggung jawab tersebut mengalir kepada si pemberi perintah yaitu Pengurus, berdasarkan Teori Tanggung Jawab Pengganti (Vicarious Liability), lebih khususnya prinsip responde at superior. Hal ini sejalan dengan pengaturan dalam Pasal 8 ayat (3) PP No. 9 Tahun 1995 bahwa Pengelola sebagaimana dimaksud bertanggung jawab kepada Pengurus. Oleh karena Penguruslah yang memberi perintah, maka Penguruslah yang bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatan intravires Pengelola.
Jika ditelaah lebih lanjut, apakah kerugian tersebut dibebankan kepada Rapat Anggota?
Menurut saya, oleh karena Koperasi merupakan Badan Hukum (Pasal 9 UU No. 25 Tahun 1992), maka seharusnya ada keterpisahan antara harta kekayaan Koperasi sebagai Badan Hukum dan Harta Kekayaan Perangkat Organisasi Koperasi (termasuk di dalam Perangkat: Rapat Anggota, Pengurus dan Pengawas – Pasal 22 UU No. 25 Tahun 1992). Keterpisahan tersebut menimbulkan dampak, pertanggungjawaban Rapat Anggota sebesar simpanan yang disetorkan ke dalam Koperasi. Simpanan tersebut telah menjadi modal Koperasi. Kerugian akibat perbuatan hukum intravires dapat dibebankan kepada modal/harta kekayaan Koperasi sebagai Badan Hukum, bukan harta kekayaan pribadi dari Rapat Anggota.
D.     KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.       Kewenangan Pengelola diatur dalam Kontrak Kerja (Pasal 8 ayat (5) PP No. 9 Tahun 1995)
2.       Tanggung Jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengelola dalam batas kewenangan (intravires) yang diatur dalam Kontrak Kerja, mengalir kepada si pemberi perintah yaitu Pengurus, berdasarkan Teori Tanggung Jawab Pengganti (Vicarious Liability), lebih khususnya prinsip responde at superior. Hal ini sejalan dengan pengaturan dalam Pasal 8 ayat (3) PP No. 9 Tahun 1995. Namun dalam hal kerugian tersebut merupakan akibat dari perbuatan hukum di luar batas kewenangan (ultravires), maka teori Tanggung Jawab Pengganti (Vicarious Liability) tidak berlaku, sehingga pengelola harus bertanggung jawab secara pribadi.
3.       Koperasi sebagai Badan Hukum dapat bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan hukum dalam batas kewenangan (intravires). Kerugian tersebut dibebankan pada modal/harta kekayaan Koperasi

BAHAN BACAAN
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum : Pendekatan Kontemporer, Bandung, Citra Aditya Bhakti, 2010,
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co., St. Paul, 1990
Tri Budiyono, Transplantasi Hukum: Harmonisasi dan Potensi Benturan, Salatiga, Griya Media, 2009
UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
PP No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan oleh Usaha Simpan Pinjam Koperasi


[1] Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum : Pendekatan Kontemporer, Bandung, Citra Aditya Bhakti, 2010, hal. 16
[2] Ibid.
[3] Fiduciary duty: a duty to act for someone else’s benefit, while subordinating one’s personal interests to that of the other person . It is the highest standard of duty implied by law (e.g., trustee, guardian). Lihat: Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co., St. Paul, 1990, hal. 625
[4] Ultra vires: an act performed without any authority to act on subject. Lihat: Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co., St. Paul, 1990, hal.1522
[5] Tri Budiyono, Transplantasi Hukum: Harmonisasi dan Potensi Benturan, Salatiga, Griya Media, 2009, hal. 161
[6] Pasal 29 ayat (1) UU No. 25 Tahun 1992
[7] Pasal 29 ayat (2) UU No. 25 Tahun 1992
[8] Pasal 32 ayat (1) UU No. 25 Tahun 1992
[9] Pasal 32 ayat (3) UU No. 25 Tahun 1992
[10] Pasal 30 ayat (1) UU No. 25 Tahun 1992
[11] Pasal 30 ayat (1) UU No. 25 Tahun 1992
13 Pasal 8 ayat (3) PP No. 9 Tahun 1995
[13] Pasal 8 ayat (2) PP. No. 9 Tahun 1995
[14] Pasal 8 ayat (3) PP No. 9 Tahun 1995
[15] Pasal 9 ayat (4) PP No. 9 Tahun 1995
[16] Pasal 8 ayat (5) PP No. 9 Tahun 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar