A. Pendahuluan
Koperasi
merupakan sokoguru perekonomian nasional. Koperasi diharapkan menjadi motor
dalam membangun perekonomian rakyat. Semangat kekeluargaan merupakan
pelumasnya. Demikian sejatinya gambaran tentang koperasi.
Dalam
proses memberdayakan koperasi, pengurus merupakan Perangkat Organisasi yang
memiliki peran penting dalam menjalankan pengelolaan. Pengelolaan dilakukan
oleh Pengurus dan dapat pula dilakukan oleh Pengelola yang diangkat oleh
Pengurus.
Hal
yang menarik untuk ditelaah adalah mengenai tanggung jawab pengganti (vicarious liability) terhadap perbuatan
hukum yang dilakukan oleh Pengelola yang notabene diangkat oleh Pengurus.
Isu Hukum:
Bagaimana
pertanggungjawaban atas kerugian yang timbul akibat perbuatan hukum yang
dilakukan oleh Pengelola kepada pihak ketiga?
B. Landasan Teori
Berikut
ini Kajian Teori dan Doktrin yang terkait:
1. Teori Tanggung Jawab Pengganti
(Vicarious Liability)
Teori tanggung jawab pengganti merupakan tanggung gugat atas
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain. Misalnya si A yang
melakukan perbuatan melawan hukum, tetapi si B yang harus digugat untuk
bertanggung jawab atas perbuatan tersebut.[1]
Teori tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh orang lain ini, dapat dibagi atas (3) kategori sebagai berikut[2]:
a.
Teori tanggung jawab atasan terhadap
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh karyawan (respondeat superior, a superior risk bearing theory)
b.
Teori tanggung jawab pengganti
yang bukan atasan atas orang-orang dalam tanggungannya
c.
Teori tanggung jawab pengganti
dari barang-barang yang berada di bawah tanggungannya.
Dasar dari teori tanggung jawab pengganti (vicarious liability) adalah Pasal 1367
ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi:
“Seorang tidak saja
bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatan orang-orang
yang disebabkan oleh perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan
oleh barang-barang di bawah penguasaannya.”
2. Doktrin Fiduciary Duty
Dalam melaksanakan fungsi pengelolaan, pengurus mempunyai
kewajiban fidusia (fiduciary duty)[3] yaitu kewajiban yang dijalankan atas
dasar kepercayaan.
3. Doktrin Ultra Vires
Doktrin ultra vires[4]
memiliki mempunyai basis teori keagenan. Konstruksi hubungan hukum terjadi
antara pihak principal pada satu sisi
dan agent pada sisi yang lain[5]. Dalam
hal ini pengurus merupakan agent dan Rapat
Anggota merupakan principal. Sebagai agent, pengurus mempunyai kewenangan.
Dalam melakukan perbuatan hukum, pengurus harus berada dalam batas
kewenangannya. Apabila pengurus melakukan hal-hal di luar batas kewenangannya,
artinya pengurus tersebut bertindak di luar kewenangannya (ultra vires).
C. Analisis
1. Pengurus dan Pengelola dalam UU
No. 25 Tahun 1992
Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat
Anggota[6].
Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota.[7]
Pengelola adalah orang yang
diangkat oleh Pengurus yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha.
Definisi tersebut diambila dari pernyataan bahwa ”Pengurus Koperasi dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang dan
kuasa untuk mengelola usaha.”[8] Pengelola
bertanggung jawab kepada Pengurus[9].
2. Tugas dan Wewenang Pengurus
Pengurus bertugas[10]:
a.
Mengelola Koperasi dan
usahanya;
b.
Mengajukan rancangan rencana
kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
c.
Menyelenggarakan Rapat Anggota;
d.
Mengajukan laporan keuangan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
e.
Menyelenggarakan pembukuan
keuangan dan inventaris secara tertib;
f.
Memelihara daftar buku anggota
dan pengurus
g.
Memelihara daftar buku anggota
dan pengurus
Pengurus berwenang[11]:
a.
Mewakili Koperasi di dalam dan
di luar pengadilan;
b.
Memutuskan penerimaan dan
penolakan anggara baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan
dalam Anggaran Dasar;
c.
Melakukan tindakan dan upaya
bagi kepentingan dan kemanfaatan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan
keputusan Rapat Anggota
3. Pengelolaan dalam PP No. 9
Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi
Didasarkan Pada Kontrak Kerja
Dalam PP No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam oleh Koperasi diatur bahwa: Pengelolaan dilakukan oleh Pengurus[12].
Pengelolaan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan oleh Pengelola yang diangkat
oleh Pengurus[13].
Pengelola sebagaimana dimaksud bertanggung jawab kepada Pengurus[14]. Pengelola
dapat berupa perorangan atau badan usaha, termasuk yang berbentuk badan hukum[15]. Dalam
melaksanakanpengelolaan, Pengelola wajib mengadakan Kontrak Kerja dengan
Pengurus.[16]
4. Analisis Teori Tanggung Jawab
Pengganti (Vicarious Liability) dalam
Pengelolaan oleh Koperasi
Dalam melaksanakan pengurusan koperasi, pengurus diberi
kewajiban atas dasar kepercayaan (fiduciary
duty) oleh Rapat Anggota. Hal itu dinyatakan dalam Pasal 29 ayat (1) dan
(2) UU No. 25 Tahun 1992 yaitu “Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi
dalam Rapat Anggota” dan “Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota.”
Dari pengaturan tersebut kita mengetahui pengurus diberikan kuasa oleh Rapat
Anggota untuk menjalankan fungsi pengurusan dalam Koperasi. Kuasa tersebut
diberikan atas dasar kepercayaan dari para anggota koperasi kepada beberapa di
antara mereka yang dipercaya untuk melakukan fungsi pengurusan.
Fungsi pengurusan tersebut telah lebih spesifik disebut
sebagai pengelolaan dalam PP No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Dalam Pasal 8 ayat (1) PP No. 9 Tahun 1995
tersebut, dinyatakan bahwa Pengurus melakukan pengelolaan. Selanjutnya dalam
Pasal 8 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1995 tersebut dinyatakan bahwa pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Pengelola yang diangkat oleh
Pengurus.
|
|||||
Pengangkatan Pengelola oleh Pengurus dilakukan atas dasar
kepercayaan. Kepercayaan. Itulah yang menjadi dasar utama. Seperti halnya, pada
saat Rapat Anggota mengangkat Pengurus, demikian pula pada saat Pengurus
mengangkat Pengelola, kepercayaan menjadi dasar utama.
5. Analisis Pertanggungjawaban
Atas Kerugian Yang Timbul Akibat Perbuatan Hukum Pengelola Berdasarkan Teori
Tanggung Jawab Pengganti (Vicarious
Liability)
Dalam melaksanakan pengelolaan, Pengelola wajib mengadakan
Kontrak Kerja dengan Pengurus. Hal ini tercantum dalm Pasal 8 ayat (5) PP No. 9
Tahun 1995. Kontrak Kerja yang dimaksud seyogyanya memuat tentang batas-batas
kewenangan yang dilakukan oleh Pengelola. Dalam melaksanakan kewenangannya, ada
2 (dua) macam perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengelola. Perbuatan hukum
yang dimaksud, adalah perbuatan hukum dalam batas kewenangan (intravires), dan perbuatan hukum di luar
batas kewenangan (intravires).
Apabila Pengelola melakukan perbuatan hukum melebihi batas
kewenangan yang diatur dalam Kontrak Kerja, maka perbuatan hukum tersebut
tergolong sebagai perbuatan yang melebihi batas kewenangan (ultra vires). Apabila perbuatan yang
melebihi batas kewenangan (intravires) tersebut
menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga, maka Pengelola harus bertanggung
jawab secara pribadi.
Namun
apabila kerugian tersebut timbul akibat perbuatan hukum yang dilakukan dalam
batas kewenangan (intravires), maka
tanggung jawab tersebut mengalir kepada si pemberi perintah yaitu Pengurus,
berdasarkan Teori Tanggung Jawab Pengganti (Vicarious
Liability), lebih khususnya prinsip responde
at superior. Hal ini sejalan dengan pengaturan dalam Pasal 8 ayat (3) PP No. 9 Tahun 1995 bahwa Pengelola sebagaimana
dimaksud bertanggung jawab kepada Pengurus. Oleh karena Penguruslah yang
memberi perintah, maka Penguruslah yang bertanggung jawab atas kerugian yang
timbul akibat perbuatan intravires Pengelola.
Jika ditelaah lebih lanjut, apakah kerugian
tersebut dibebankan kepada Rapat Anggota?
Menurut saya, oleh karena Koperasi merupakan Badan Hukum
(Pasal 9 UU No. 25 Tahun 1992), maka seharusnya ada keterpisahan antara harta
kekayaan Koperasi sebagai Badan Hukum dan Harta Kekayaan Perangkat Organisasi
Koperasi (termasuk di dalam Perangkat: Rapat Anggota, Pengurus dan Pengawas –
Pasal 22 UU No. 25 Tahun 1992). Keterpisahan tersebut menimbulkan dampak, pertanggungjawaban
Rapat Anggota sebesar simpanan yang disetorkan ke dalam Koperasi. Simpanan
tersebut telah menjadi modal Koperasi. Kerugian akibat perbuatan hukum
intravires dapat dibebankan kepada modal/harta kekayaan Koperasi sebagai Badan
Hukum, bukan harta kekayaan pribadi dari Rapat Anggota.
D. KESIMPULAN
Kesimpulan
dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Kewenangan Pengelola diatur
dalam Kontrak Kerja (Pasal 8 ayat (5) PP No. 9 Tahun 1995)
2.
Tanggung Jawab atas kerugian
yang timbul akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengelola dalam batas
kewenangan (intravires) yang diatur
dalam Kontrak Kerja, mengalir kepada si pemberi perintah yaitu Pengurus,
berdasarkan Teori Tanggung Jawab Pengganti (Vicarious
Liability), lebih khususnya prinsip responde
at superior. Hal ini sejalan dengan pengaturan dalam Pasal 8 ayat (3) PP No. 9 Tahun 1995. Namun dalam hal kerugian
tersebut merupakan akibat dari perbuatan hukum di luar batas kewenangan (ultravires), maka teori Tanggung Jawab
Pengganti (Vicarious Liability) tidak
berlaku, sehingga pengelola harus bertanggung jawab secara pribadi.
3.
Koperasi sebagai Badan Hukum
dapat bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan hukum
dalam batas kewenangan (intravires).
Kerugian tersebut dibebankan pada modal/harta kekayaan Koperasi
BAHAN BACAAN
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum : Pendekatan Kontemporer, Bandung,
Citra Aditya Bhakti, 2010,
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co.,
St. Paul, 1990
Tri Budiyono, Transplantasi Hukum: Harmonisasi dan Potensi
Benturan, Salatiga, Griya Media, 2009
UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
PP No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan oleh Usaha
Simpan Pinjam Koperasi
[1] Munir Fuady, Perbuatan
Melawan Hukum : Pendekatan Kontemporer,
Bandung, Citra Aditya Bhakti, 2010, hal. 16
[2] Ibid.
[3] Fiduciary duty: a duty to act for someone else’s benefit, while
subordinating one’s personal interests to that of the other person . It is the
highest standard of duty implied by law (e.g., trustee, guardian). Lihat: Henry Campbell Black, Black’s
Law Dictionary, Sixth
Edition, West Publishing Co., St. Paul, 1990, hal. 625
[4] Ultra vires: an act performed without any authority to act on subject.
Lihat: Henry Campbell Black, Black’s
Law Dictionary, Sixth
Edition, West Publishing Co., St. Paul, 1990, hal.1522
[5] Tri Budiyono, Transplantasi
Hukum: Harmonisasi dan Potensi Benturan, Salatiga, Griya Media, 2009,
hal. 161
[6] Pasal 29 ayat (1) UU No. 25
Tahun 1992
[7] Pasal 29 ayat (2) UU No. 25
Tahun 1992
[8] Pasal 32 ayat (1) UU No. 25
Tahun 1992
[9] Pasal 32 ayat (3) UU No. 25
Tahun 1992
[10] Pasal 30 ayat (1) UU No. 25
Tahun 1992
[11] Pasal 30 ayat (1) UU No. 25
Tahun 1992
[13] Pasal 8 ayat (2) PP. No. 9
Tahun 1995
[14] Pasal 8 ayat (3) PP No. 9
Tahun 1995
[15] Pasal 9 ayat (4) PP No. 9
Tahun 1995
[16] Pasal 8 ayat (5) PP No. 9
Tahun 1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar